Dendam
Ku lihat kobaran api mulai menjalar diseluruh penjuru dinasti, membakar apapun yang ia temui, menghanguskan semua mimpi yang selama ini ku rajut dengan keringat dan air mataku, kini api itu mulai membakar sekujur tubuhku, kurasakan panas memenuhi setiap sendi dan nadiku, dapat ku pastikan darahku mendidih merasakan panasnya kobaran api yang kian lama kian menjadi, dengan tubuh yang terbakar, meski samar dapat ku lihat dirimu ada dihadapanku, kamu menyaksikan dengan kedua bola matamu bagaimana api mencoba menghanguskan raga hingga ke tulangku, aku menjerit, aku berteriak meminta bantuanmu, namun engkau tak bergeming, dari kedua daun telingaku yang mulai menyala, kamu hanya mengatakan
" semoga apinya cepat padam "
sementara dapat ku lihat di kedua tanganmu ada air segar yang mengalir dengan begitu deras, aku benar-benar frustasi, api ini kian lama kian lahap membakar tubuhku, ku saksikan dirimu berbalik dan berjalan menjauhiku sebelum api ini benar-benar merubahku menjadi abu, tak ada lagi yang tersisa dari diriku, tidak ragaku, tidak pula dengan mimpiku
kini aku terbangun dalam kegelapan, tak lagi kurasakan panas yang sedari tadi membakarku, aku bahkan tak bisa lagi merasakan ragaku, tubuhku mati rasa, semua terasa kelam, namun dapat kurasakan ada bagian lain dari diriku yang mulai terbakar, hatiku, kini bukan lagi api yang menyala-nyala, melainkan kebencian yang mulai berkobar dengan hebatnya, bahkan kobarannya lebih besar dari api yang menghanguskan jasadku, aku menjerit, meronta, bahkan menangis hingga kedua bola mataku tak dapat lagi mengeluarkan air mata, aku tak percaya semua ini bisa terjadi kepadaku, disela-sela tangisanku, dapat ku ingat dengan jelas seseorang yang terakhir kali melihatku sekarat, dirimu, bukan salahku jika pada akhirnya aku mengingat semua hal baik yang sudah ku lakukan untukmu, dulu, aku pernah berusaha untuk membantumu saat kamu terpuruk, aku adalah salah satu manusia yang mencoba untuk selalu ada saat kamu membutuhkanku, aku juga tidak peduli jika harus mengorbankan diriku hanya untuk memastikan dirimu selalu berada dalam kebahagiaan, namun saat melihatku terbakar, kamu membiarkanku, kamu tak memperdulikan diriku yang mulai sekarat, kamu hanya peduli pada dirimu dan kebahagianmu sendiri, kamu bahkan tak berniat sedikitpun untuk membantuku, kamu membiarkanku mati dalam kesakitan dan bangkit kembali dengan kebencian
meski terasa berat, aku tetap mencoba untuk melangkah, ku ratapi kehancuranku, ku tangisi keadaanku, aku berteriak dan menjerit, semua upaya ku lakukan untuk bisa meredakan rasa sakit yang kini mendera jiwaku, namun, dengan keadaanku yang hancur ini, dapat ku lihat dirimu yang tertawa dengan puasnya, ku saksikan bibirmu yang masih bisa tersenyum dengan manisnya, adilkah ini untukku, bagaimana mungkin kamu masih bisa tertawa disaat aku sedang tersiksa, bagaimana bisa kamu tersenyum saat mengetahui aku sudah terbakar dengan hebatnya, aku mulai mempertanyakan keadilan Tuhan, menagih semua kebaikan yang dulu pernah ku tanamkan, ku biarkan jiwaku dipenuhi oleh kebencian, hingga suatu hari nanti dapat kusaksikan ragamu terbakar sebagaimana aku terbakar, melihatmu menjerit kesakitan sebagaimana yang kini kurasakan, aku ingin melihatmu menjadi debu dan tak ada satu orangpun yang peduli dengan kehancuranmu, dan bila saat itu tiba, akan ku anggap semua terbayar dengan semestinya dan aku akan tertawa dengan sangat puasnya, hutang terbayar lunas, dendam ku anggap impas.
Komentar
Posting Komentar