Rumahku, Istanaku
Aku melangkahkan kaki kedalam rumah, ku pandangi setiap sudut dan ruang yang ada, hampa, tak ada suara canda tawa atau hanya sekedar sebuah sapa, yang ada hanyalah tangis tanpa suara yang dihiasi oleh sarang laba-laba, lagi dan lagi aku sendirian, tak ada cerita yang bisa ku ungkapkan, hanya ada kekosongan dan rasa sedih berkepanjangan, yang kian hari semakin menggerogoti tubuh dan fikiran, ku yakinkan dalam hati bahwa aku tak sendirian, namun semakin dalam ku masuki rumah ini, semakin terasa sepi, aku semakin yakin, aku memang benar-benar sendirian
ku rebahkan tubuhku diatas sebuah sofa, menatapi langit-langit rumah, apa yang sudah terjadi? sambil menatap seutas tali yang terikat pada sebuah flapon, aku mendengus geli, seolah hasrat yang selama ini terpendam telah direstui, bisa saja hari itu aku mati tanpa ada yang mengetahui , namun aku sadar, itu belum saatnya terjadi, ku angkat tubuhku dan mulai membenahi barang berserakan yang mulai berdebu, aku menangis dalam diam, rumah yang dulu selalu ramai, kini sepi, bahkan hanya ada aku seorang diri, segala hal menyenangkan yang sudah kubayangkan saat diperjalanan sirna sudah, aku harus menerima kenyataan bahwa hari raya kali ini harus kurayakan sendirian, tapi tidak apa-apa fikirku, setidaknya aku bisa sedikit membenahi bangunan ini, karna ini rumahku, dirumah ini aku dibesarkan, dan dirumah ini pula aku pernah merasakan kebahagiaan, dulu, sebelum semuanya menjadi seperti ini
satu persatu ruangan ku sapu, dengan debu yang semakin menggebu dan membuat sesak paru-paruku, lagi-lagi aku bertanya dalam hati, mengapa semuanya jadi seperti ini? apa yang sudah terjadi? hanya setahun tak kembali semuanya sudah sangat berbeda, namun lagi-lagi ku yakinkan bahwa tidak apa-apa, ini rumahku, jika bukan aku yang merawatnya, maka tidak akan ada yang mau mengurusnya, ku lanjutkan aktivitas ku, menyapu, mengepel, mengelapi semua debu yang sudah mengerak pada seluruh perabotan, hanya ada satu orang yang menemaniku, dia adalah tetanggaku, bahkan sudah ku anggap seperti ibuku, karna setidaknya dia adalah orang yang selalu ada dihari-hari buruk ku, seperti hari ini, dan hari-hari sebelumnya yang sudah pernah ku lalui
setelah selesai berbenah, aku kembali merebahkan tubuhku disofa, tak ada lagi sarang laba-laba, semuanya sudah bersih bagaikan istana, yah memang ini adalah istanaku, rumah ini adalah milik keluargaku, rumah yang sudah susah payah dibangun oleh ayahku, rumah dimana aku dan saudari-saudariku tumbuh dan bernaung, disini kami tertawa bersama, menangis bersama, dan disini pula aku dibesarkan, dan kuharap ditempat ini pula kelak akan ku temui ajal, karna ini adalah rumahku, istanaku.
Komentar
Posting Komentar